Home » » KEMATIAN IBU : TRAGEDI YANG TAK PERLU TERJADI

KEMATIAN IBU : TRAGEDI YANG TAK PERLU TERJADI

Written By admin on Selasa, 11 Maret 2014 | 06.38

Judul posting kali ini penulis ambil dari judul sebuah buku lawas yang tidak sengaja penulis temukan dalam lemari di sebuah lorong menuju kamar kecil di depan ruang kerja. Sengaja sepertinya lemari tersebut diisi dengan tumpukan barang-barang yang senasib dengan lemari tersebut, tidak berguna karena sudah jelek dan tidak layak untuk digunakan lagi…namun kenapa tidak dibuang dari lorong? penulis juga tidak paham, mungkin karena gudang sudah penuh atau menunggu penghapusan asset…hahaha…..

Buku lawas tersebut terbitan departemen kesehatan, direktorat jenderal pembinaan kesehatan masyarakat, direktorat bina kesehatan keluarga, dengan katalog buku 362.198 2 Ind k terbitan tahun 2000, ini dapat diketahui dengan jelas tentunya setelah buku dibersihkan dari debu. Entah kenapa penulis begitu tertarik dengan judul buku ini, apa karena akhir-akhir ini teman-teman satu ruangan sibuk bercerita tentang kasus kematian ibu yang marak terjadi dalam kabupaten kita. Dalam 2 bulan terakhir saja, Januari dan Februari 2014 sudah ada 6 kasus kematian ibu melahirkan, maka kalau rata-rata 3 kasus dalam satu bulan, bisa dibayangkan di akhir tahun akan terkumpul 36 kasus kematian. Tentu angka ini akan melewati jumlah kasus yang sama di tahun 2013, yang konon katanya di provinsi, kita adalah kabupaten penyumbang nomor satu angka kematian ibu melahirkan bila dibandingkan dengan kab/kota lainnya.

Di halaman kata pengantar ada tulisan yang lebih mengejutkan dan menambah penulis makin ingin memiliki buku ini, Bapak Dr. Nyoman Kumara Rai selaku dirjen pembinaan kesehatan masyarakat bertutur bahwa “informasi yang disajikan dalam paket buku ini merupakan adaptasi dari materi yang diterbitkan oleh WHO dan UNICEF di berbagai Negara, yang kemudian diperkaya atas masukan dari lintas program pusat dan daerah, serta lintas sektor”. Dengan demikian kesahihan isi buku tentu tidak diragukan lagi, karena badan-badan dunia tersebut mempublikasikan sesuatu setelah melewati research yang benar.

Harapan penulis tentu sama dengan harapan kita semua, bahwa kasus kematian ibu angkanya janganlah bertambah lagi, karena kematian ibu bagi suatu keluarga bukan hanya semata-mata kehilangan salah satu anggota keluarga, namun ibu mempunyai peran ganda yang sulit digantikan oleh anggota keluarga lainnya. Akibat kematian seorang ibu, lebih kurang dua orang anak akan menjadi piatu. Bahkan bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang meninggal setelah melahirkan, bayinya mempunyai kemungkinan 90% meninggal pada tahun pertama kehidupannya.

Lewat postingan ini penulis membagi pesan-pesan yang mungkin bisa jadi rujukan pengetahuan bagi semua anggota KPN Kokesma sebagai anggota masyarakat sesuai perannya, sehingga mengetahui kewajiban mereka dalam memberikan pertolongan untuk mencegah terjadinya kematian ibu, karena sesungguhnya 80% kematian ibu dapat dicegah. Meskipun buku lawas terbitan tahun 2000, tetapi setelah penulis bandingkan dengan buku Rencana Aksi Nasional Percepatan penurunan AKI di Indonesia 2013-2015 (RAN PP AKI) kemenkes 2013, maka sebagian besar pesannya sama. RAN PP AKI 2013-2015 bisa Bapak/Ibu download disini

Apakah yang dimaksud dengan kematian ibu?
Kematian ibu adalah kematian wanita pada masa kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah persalinan, baik sebagai akibat langsung dari kehamilan atau persalinannya maupun sebagai akibat tidak langsung dari penyakit lain, kecuali kecelakaan.

Berapa banyak kejadian kematian ibu di kabupaten kita?
Selama tahun 2013 terjadi sekitar 19 kematian ibu, jadi dalam rentang waktu setiap 19 hari diperkirakan terjadi 1 kematian ibu di dalam kabupaten kite ini. Indonesia Maternal Health Assessment” (World Bank, 2010), menyebutkan bahwa trend angka kematian ibu menunjukkan Indonesia tidak akan dapat mencapai target MDG 5 yaitu menurunkan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Saat ini, walaupun angka kematian ibu menurun dibanding beberapa dekade yang lalu, namun masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup. Dan kabupaten kite jadi penyumbang angka nasional…ehm..

Apakah penyebab kematian ibu?
Lebih dari 90% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung, yaitu perdarahan, infeksi dan eklamsia. Ketiga penyebab langsung kematian ibu ini disebut komplikasi kebidanan (komplikasi obstetri). Selain itu, persalinan lama (lebih dari 12 jam) dan pengguguran kandungan (abortus terinfeksi) dapat berakibat perdarahan dan atau infeksi. Kurang dari 10% kematian ibu disebabkan oleh penyebab tidak langsung, misalnya penyakit yang sudah diderita ibu sejak sebelum hamil atau penyakit lain yang diderita  pada masa kehamilan. Keadaan gizi sejak sebelum hamil, kehamilan yang terlalu sering/dekat, terjadi pada usia terlalu muda atau tua dapat menambah risiko timbulnya gangguan.  Kematian ibu juga diwarnai oleh penyebab mendasar, yaitu rendahnya status wanita, terutama di perdesaan, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Dapatkah komplikasi obstetri diperkirakan atau dicegah?
Kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dicegah. Ibu hamil dimanapun, mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi kebidanan seperti disebutkan di atas. Walaupun seorang ibu mendapat makanan dan perawatan yang baik selama kehamilan, namun ternyata seorang dari setiap enam ibu hamil akan mengalami komplikasi.

Apakah ibu yang mengalami komplikasi obstetri akan meninggal?
Ibu yang mengalami komplikasi obstetri dapat diselamatkan jiwanya, asal mendapat pertolongan kegawatan obstetri yang memadai tepat pada waktunya.

Apakah yang dibutuhkan bila terjadi komplikasi obstetri?
Bila seorang ibu mengalami komplikasi, maka ia membutuhkan pelayanan kegawatan kebidanan/obstetri untuk menyelamatkan hidupnya dan janinnya. Komplikasi obstetri umumnya terjadi pada saat persalinan, karena itu dalam menghadapi persalinan perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya komplikasi dan tidak terlambat dalam memperoleh pertolongan bila hal itu terjadi.

BAGAIMANA CARA MENCEGAH KEMATIAN IBU?
Setiap ibu yang mengalami komplikasi akibat kehamilan/persalinannya memerlukan pelayanan kegawatan obstetri secara tepat waktu untuk menyelamatkan jiwanya dan janinnya. Dewasa ini di Indonesia hanya sekitar seorang dari sepuluh ibu yang mengalami komplikasi mendapatkan pelayanan obstetri emergensi, baik dari bidan, puskesmas, maupun rumah sakit. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat sekitar 1 juta ibu yang mengalami komplikasi obstetri, jadi hanya sekitar 100 ribu yang sampai ke sarana kesehatan.

Hambatan apakah yang dihadapi ibu dengan komplikasi obstetri untuk memperoleh pelayanan kegawatan obstetri?
Kebanyakan ibu yang mengalami komplikasi tidak memperoleh pertolongan yang dibutuhkannya karena 3 jenis keterlambatan, yaitu :
  1. Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, sehingga tidak sampai ke sarana pelayanan atau sampai tetapi terlambat,
  2. Keterlambatan dalam mencapai sarana pelayanan kegawatan obstetri, baik karena keterbatasan biaya, jarak, keterbatasan kendaraan, maupun ketidaktahuan tempat pelayanan kegawatan obstetri,
  3. Keterlambatan dalam memperoleh pertolongan di sarana pelayanan, karena keterbatasan tenaga, alat, obat, darah atau kualitas pelayanan yang belum memadai.

Mengapa terjadi keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan?
Keterlambatan untuk mencari pertolongan biasanya disebabkan :
  1. Keluarga tidak mengenal tanda-tanda bahaya dan tidak mengetahui bahwa komplikasi obstetri memerlukan pertolongan yang cepat dan tepat.
  2. Pengambil keputusan dalam keluarga biasanya suami atau ibu mertua, yang pada umumnya tidak mengetahui tanda-tanda komplikasi dan bahayanya terhadap jiwa ibu serta janin.
  3. Ketakutan untuk membayar biaya pertolongan yang cukup besar, tidak adanya sarana transportasi dan ketidakpercayaan akan memperoleh pelayanan yang baik di sarana kesehatan.
  4. Kurangnya perhatian terhadap kelangsungan hidup ibu, sehingga upaya untuk menyelamatkan jiwanya tidak memadai. Hal ini berkaitan dengan rendahnya penghargaan terhadap status wanita.
  5. Hambatan sosiobudaya seperti tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatn modern, atau ibu/keluarganya tidak mau bila ibu diperiksa oleh dokter pria.

Apakah yang perlu dilakukan agar semua ibu yang mengalami komplikasi obstetri memperoleh pelayanan kegawatan obstetri?
Agar semua ibu yang mengalami komplikasi mendapat pertolongan cepat dan tidak perlu mati, hal-hal berikut perlu diupayakan :
  1. Memastikan bahwa pelayanan kegawatan obstetri tersedia di semua tingkat pelayanan : seluruh rumah sakit harus mampu menangani semua jenis komplikasi obstetri atau pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK), sedangkan puskesmas harus mampu menangani beberapa jenis komplikasi obstetri atau pelayanan obstetri-neonatal emergensi dasar (PONED), dan bidan paling sedikit mampu memberikan pertolongan pertama pada komplikasi obstetri.
  2. Semua sarana kesehatan/petugasnya mempunyai sikap menghargai dan memperhatikan kebutuhan kliennya, sehingga para ibu/keluarganya tidak ragu-ragu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
  3. Menumbuhkan kesadaran bahwa ibu hamil perlu mendapat perawatan khusus dari keluarganya, disamping pelayanan kesehatan yang meliputi : pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak hamil muda, pertolongan persalinan paling sedikit oleh atau didampingi bidan, perawatan nifas dan pelayanan kegawatan obstetri bila tiba-tiba terjadi komplikasi.
  4. Menumbuhkan kesadaran bahwa ada pelayanan kegawatan obstetri, sehingga ibu tidak perlu wafat bila ia mengalami komplikasi obstetri.
  5. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bahaya, agar mereka segera mencari pertolongan kegawatan obstetri bila tanda-tanda itu ditemukan.
  6. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegawatan obstetri pada setiap persalinan. Misalnya pengaturan sarana transportasi bila sewaktu-waktu dibutuhkan, sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam membawa ibu ke sarana kesehatan yang mampu memberikan pertolongan, keluarga juga perlu menabung untuk persediaan bila terjadi komplikasi.
  7. Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kematian ibu bukan hanya masalah yang harus dihadapi oleh kaum wanita sendiri, melainkan merupakan masalah semua anggota masyarakat.
  8. Menumbuhkan kesadaran tentang peran ibu dalam masyarakat dan haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik sehingga tidak perlu mati karena kehamilannya. Seringkali ibu hamil di perdesaan masih tetap menjalankan kerja fisik berat, kurang istirahat, dan tidak mendapat makanan yang cukup.

APAKAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH MASING-MASING PIHAK?

SEBAGAI WARGA MASYARAKAT
Menyadarkan diri dan menumbuhkan kesadaran pada warga masyarakat lainnya, bahwa :
  1. Semua ibu hamil mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi obstetri.
  2. Komplikasi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun lebih sering terjadi pada saat persalinan atau sekitar persalinan.
  3. Tanda-tanda bahaya perlu diketahui agar pertolongan dapat segera dicari bila tanda bahaya ditemukan.
  4. Ibu hamil memerlukan perawatan khusus dari keluarganya di samping pelayanan kesehatan.
  5. Perlu adanya kesiapan sejak awal kehamilan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kedaruratan obstetric pada saat persalinan.
  6. Bantuan setiap orang dalam upaya mempercepat memperoleh pelayanan kedaruratan obstetric bagi ibu yang membutuhkan akan sangat berguna dalam menyelamatkan jiwa ibu.
  7. Penting untuk menabung guna mempersiapkan biaya persalinan.
  8. Perbaikan status wanita dan harga dirinya memerlukan tindakan dan dukungan nyata dari setiap warga masyarakat.
  9. Usia anak gadis pada saat menikah sebaiknya di atas 18 tahun, dan ia hendaknya menangguhkan kehamilan sampai mencapai usia 20 tahun.
  10. Anak gadis perlu mendapat makanan bergizi seimbang untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kehamilan di kemudian hari.

SEBAGAI TOKOH MASYARAKAT
Menumbuhkan kesadaran tentang hal-hal berikut :
  1. Komplikasi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun lebih sering terjadi pada saat persalinan atau sekitar persalinan. Keadaan ini dapat diatasi bila ibu memperoleh pelayanan kegawatan obstetric secara tepat waktu.
  2. Tanda-tanda bahaya perlu diketahui agar pertolongan dapat segera dicari bila tanda bahaya ditemukan.
  3. Tindakan cepat dapat menyelamatkan jiwa ibu.
  4. Perlu adanya kesiapan sejak awal kehamilan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kedaruratan obstetric pada saat persalinan.
  5. Wanita berperan besar dalam keluarga dan masyarakat, serta memberikan sumbangan besar terhadap bangsa, karena itu mereka perlu dihormati.
  6. Suami dan keluarga mempunyai peran penting untuk mencegah kematian ibu.
  7. Pernikahan pada usia anak atau remaja, serta kehamilan pada usia terlalu muda (di bawah 18 tahun) merugikan wanita secara fisik dan mental. Hal ini pada waktunya akan berdampak buruk bagi masyarakat.

Mobilisasi masyarakat dalam kegiatan berikut : 
  1. Memotivasi keluarga dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah nyata dalam mencegah kematian ibu. Dorong mereka untuk mengorganisasikan sarana transportasi untuk membawa ibu agar memperoleh pertolongan cepat dan tepat, donor darah dan bantuan lainnya.
  2. Memotivasi keluarga untuk menabung guna persiapan biaya persalinan.
  3. Mendorong timbulnya kegiatan nyata untuk meningkatkan status wanita, harga diri dan pendidikan wanita.
  4. Mendorong munculnya kegiatan penyuluhan masyarakat antara lain tentang pengenalan tanda bahaya pada ibu hamil dan cara mencegah kematian ibu.
  5. Promosi tentang gambaran suami dan keluarganya yang menyayangi isteri serta peka terhadap kebutuhan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Promosikan bahwa pernikahan merupakan kemitraan pria-wanita dalam membangun keluarga yang sehat sejahtera.
  6. Memintakan dukungan pihak yang berwenang agar keperluan pelayanan kebidanan di garis terdepan dapat terpenuhi, sehingga semua ibu hamil mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
  7. Mendorong terlaksananya pemeriksaan kehamilan, upaya untuk memastikan makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cykup bagi ibu hamil.
  8. Menganjurkan pencegahan kehamilan pada ibu berusia di bawah 20 tahun, di atas 35 tahun, beranak bungsu kurang dari 2 tahun atau beranak lebih dari 3 orang.
  9. Menganjurkan pemberian prioritas kepada remaja wanita untuk memperoleh makanan bergizi seimbang.
  10. Mendorong dilaksanakannya pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.

SEBAGAI PENENTU KEBIJAKAN 
  1. Memahami bahwa masalah kematian ibu bukan hanya tanggung jawab sector kesehatan. Masalah ini hanya bisa diatasi dengan kerjasama dan koordinasi antar berbagai sector. Upaya untuk mengatasi masalah kematian ibu perlu direncanakan dengan menggunakan pendekatan multisektoral.
  2. Menyusun strategi dan memobilisasi berbagai pihak untuk mengatasi masalah kematian ibu. Perlu disusun suatu strategi komunikasi, informasi dan edukasi sebagai bagian dari upaya untuk mencegah kematian ibu.
  3. Menyusun strategi untuk meningkatkan harga diri dan status wanita, serta melindungi hak-hak wanita.
  4. Mengupayakan pelayanan kesehatan ibu, termasuk pelayanan kedaruratan obstetric, bebas biaya bagi ibu dari keluarga kurang mampu.
  5. Mengupayakan agar minat masyarakat dalam menyumbangkan darahnya untuk donor darah meningkat.
  6. Memperoleh masukan dari para ibu, keluarga dan masyarakat tentang masalah yang mereka hadapi, berkaitan dengan kematian ibu.
  7. Mempromosikan dan mendukung upaya masyarakat dalam mencegah kematian ibu.
  8. Memantau dan mengevaluasi serta memperbaiki dan mengadakan penyesuaian secara terus menerus upaya untuk mencegah kematian ibu.

SEBAGAI JURNALIS/WARTAWAN
  1. Menulis di media massa tentang masalah kematian ibu.
  2. Menyebarluaskan informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai masalah kematian ibu.
  3. Menyoroti masalah sosial yang berkaitan dengan status wanita, kekerasan terhadap wanita serta dampaknya terhadap kelangsungan hidup wanita.
  4. Mendorong sikap positif melalui penyuluhan masyarakat, memotivasi keluarga dan menggerakkan masyarakat.
  5. Memberikan gambaran tentang suami dan keluarga ideal, yang peka terhadap kebutuhan istri/ibu serta berusaha memenuhi kebutuhannya.

SEBAGAI PENGELOLA PROGRAM 
  1. Mengupayakan adanya penyuluhan kepada masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan upaya pencegahan kematian ibu dan hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
  2. Mengupayakan agar sekitar 80% ibu hamil di wilayahnya mendapat pertolongan persalinan dari bidan atau dokter.
  3. Mengupayakan agar bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kedaruratan obstetric disamping memberikan pertolongan persalinan berkualitas dan pemeriksaan kehamilan.
  4. Mengupayakan agar puskesmas mampu memberikan pelayanan obstetric neonatal emergensi dasar (PONED) dan rumah sakit mampu memberikan pelayanan obstetric neonatal emergensi komprehensif (PONEK).
  5. Memantau dan mengevaluasi pelayanan kesehatan ibu dan rujukan kasus obstetric serta memperbaiki dan mengadakan penyesuaian program dan pelayanan kesehatan ibu secara terus menerus untuk mengatasi masalah setempat.
  6. Memotivasi dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan memperhatikan kepuasan klien, sesuai dengan peran masing-masing dalam upaya mencegah kematian ibu.
  7. Membina dan meningkatkan pelayanan kebidanan dasar.
  8. Mengupayakan agar wanita hanya menjalani kehamilan bila diinginkannya dan pada saat yang tepat.
  9. Mengupayakan agar remaja wanita memasuki uisa subur dengan keadaan fisik yang sehat.
  10. Membina remaja agar mempunyai perilaku reproduksi yang sehat.
baca juga postingan terkait : Ironi kemajuan ekonomi Indonesia

    Share this article :

    Posting Komentar

     
    Web Terkait : Kementerian Kop dan UKM | Kementerian Kesehatan | Pemkab Muara Enim
    Copyright © 2018. KPN KOKESMA - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Yusrizal
    Proudly powered by Blogger